Semester 2.
Ah, yah. Sekarang gue sudah duduk di semester 2 dunia perkuliahan. Ya Tuhan. Blog ini sudah gue tulis sejak gue masih duduk di bangku kelas 1 SMP dan kini, gue sudah semester 2. As a college girl.
I'm so blessed.
Banyak orang yang nggak bisa bertahan lama membuat blog pribadinya tetap 'hidup' seiring berjalannya aktivitas dan kehidupan mereka. Well, meskipun gue sendiri sadar kalau postingan blog gue juga gak 'berbobot' banget untuk dibaca tapi setidaknya hingga detik ini gue masih berusaha membuat blog gue tetap 'bernapas' :')
Oke, kembali ke pokok bahasan.
Belakangan ini entah kenapa di pikiran gue terlintas berbagai hal mengenai "panggilan hidup". Iya, panggilan hidup. Kalian nggak salah baca. Haha.
Apa sih "panggilan hidup" itu?
Gue sempat googling dan menemukan blog seseorang yang menorehkan pendapatnya mengenai "panggilan hidup". Berikut kutipannya:
.... panggilan hidup adalah seruan yang membuat seseorang mengarahkan hidupnya kepada suatu titik. Bila dihubungkan dengan panggilan Tuhan, maka panggilan hidup itu sendiri berarti seruan Tuhan kepada setiap orang percaya supaya mengarahkan hidup mereka kepada apa yang menjadi kehendak Tuhan.
Yes, I know gue masih duduk di semester 2 dan sama sekali nggak bermaksud untuk menggurui atau bersikap 'sok dewasa' membahas hal yang satu ini. Tapi sejujurnya, sampai saat ini gue masih belum bisa menangkap "panggilan hidup" gue.
Dari segi apa pun.
Segi pendidikan, misalnya. Gue masih belum dapat 'menangkap' apa rencana Tuhan, kenapa gue ditempatkan di jurusan ini. Administrasi Perkantoran dan Sekretari. Selama 2,5 tahun ke depan gue akan dididik menjadi seorang calon sekretaris, melakukan berbagai kegiatan kesekretarisan, bekerja di kantor, dan melakukan aktivitas lainnya yang mencerminkan sebagai seorang sekretaris.
Waktu masih SMA, gue sempat mengikuti KPu, singkatan dari Kamp Pengutusan Siswa, sebuah wadah dari Perkantas Jakarta yang memberikan kesempatan untuk kita siswa SMA se-Jakarta yang duduk di bangku kelas 11-12 (khususnya kelas 12) dapat berkumpul bersama, menikmati persekutuan dan mengikuti beragam sesi yang semakin membukakan kita pada panggilan hidup masing-masing.
Gue inget waktu itu ada sesi dimana kita harus memasukkan bola berwarna-warni di salah satu dari 2 tabung plastik. Yang kanan menandakan kita ingin kuliah di luar kota, yang kiri menandakan kita ingin kuliah di dalam kota. Dan gue memasukkan bola di tabung yang kiri karena gue tau gue nggak dapat kepercayaan dari orangtua untuk kuliah di luar kota berhubung gue sendiri anak semata wayang.
And it really did happen.
Gue kuliah di dalam kota.
Ada lagi sesi di mana kita dikelompokkan berdasarkan pilihan jurusan dan bidang yang ingin kita pilih. Waktu itu gue pilih Sastra karena memang sudah dari dulu gue sangat minat di bidang Sastra. Kami ngobrol dan sharing sama kakak-kakak alumni yang juga kuliah di bidang yang kami inginkan.
Dan usai diskusi dan sharing itu, gue menarik kesimpulan kalau "panggilan hidup" gue adalah menjadi seorang pengajar.
Iya, pengajar.
Gue menemukan adanya 'koneksi' antara keinginan gue untuk memilih bidang Sastra dengan sesuatu yang gue rasa saat itu adalah "panggilan hidup" gue, yaitu mengajar. Tujuannya? Mencerdaskan bangsa.
Gue concerned dengan kondisi pendidikan di Indonesia dalam bidang bahasa. Iya, gue tau Bahasa Indonesia gue sendiri masih belum sepenuhnya sempurna. Tapi ada satu sisi dalam diri gue, yang tersembunyi jauh dari antara segala impian gue yang lain, yang menginginkan generasi penerus bangsa ini dapat menikmati pendidikan, khususnya di bidang Bahasa.
Gue ingin semakin banyak dari mereka yang dapat merasakan dan menikmati indahnya belajar Bahasa seperti yang boleh gue rasakan bahkan hingga saat ini. Haha, lebay sih. Tapi itu kenyataannya.
Senang sekali rasanya kalau bisa berbagi ilmu dengan segala keterbatasan yang dimiliki, untuk pada akhirnya anak-anak ini tidak hanya dapat ilmu, tapi juga dapat enjoy dalam belajar. Lagipula, Bahasa menurut gue punya sifat seperti buku; "sebagai jendela dunia". Bahasa membuat kita mengerti apa yang sedang terjadi di dunia, dan memampukan kita untuk berkomunikasi sekalipun kita sulit untuk mengutarakannya secara verbal.
Bukankah ada yang namanya bahasa isyarat?
Pada kenyataannya gue tidak ditempatkan di fakultas Sastra.
Iya sih, semakin ke sini gue semakin melihat bahwa dalam menjadi Sekretaris pun juga dibutuhkan skill berbahasa yang lebih baik bila dibandingkan dengan profesi lainnya yang 'setara'.
Itulah sebabnya gue sangat senang ketika melihat daftar mata kuliah yang harus gue ambil selama 6 semester ini. Di semester ke-3 nanti akan ada mata kuliah Bahasa asing dan itu nggak cuma Bahasa Inggris, tapi juga Bahasa Jepang dan Mandarin.
Seandainya kurikulum menambahkan 1 saja mata kuliah Bahasa asing yang boleh dipilih, gue akan dengan senang hati mengambil mata kuliah itu. Well, bilanglah itu mata kuliah Bahasa Prancis atau Jerman. Hahaha, iya gue tau kalian yang baca mulai mikir, "ish... Sok banget sih ini orang". Ah, ya sudahlah... Gue memang terlahir seperti ini :')
Kalau boleh maruk sih, gue berharap setelah postingan ini dibuat, ada yang menawarkan beasiswa belajar bahasa asing ke gue (oh iya, di bagian bawah postingan gue ada kontak email yang dapat dihubungi kalau ada pembaca yang berminat menawarkan beasiswa :P #maruk #IKnowItKok)... Ke Jepang misalnya, selama setahun lebih untuk khusus mempelajari kebudayaan dan bahasa Jepang :P
Hahahaha, ya Tuhan :''')
Oke, kembali lagi ke pokok bahasan.
Intinya gue masih belum menemukan misi dariNya untuk gue lakukan sebagai seorang calon sekretaris.
Kenapa nggak jadi guru saja Tuhan? Tuhan tau kan, aku hampir menemukan passion-ku di bidang itu? Tuhan tau kan, aku punya visi yang aku yakin sesuai dengan apa yang Tuhan mau; memuliakan Tuhan dalam bidang pendidikan. Apa mungkin itu bukan rencana Tuhan? Apa Tuhan nggak mau aku jadi pengajar?
Beragam pertanyaan sempat 'berkecamuk' dalam kepala gue belakangan ini.
"Panggilan hidup" menurut gue juga di dalamnya terdapat pelayanan. Gue sangat senang teman-teman gue banyak yang melayani di suatu wadah yang sudah sangat mantap bagi mereka. Ketika gue lihat si A, B, dan C sedang aktif-aktifnya dalam pelayanan di sana.
Ketika gue melihat diri gue sendiri yang melayani di lahan yang lain, entah kenapa gue merasa seperti tidak ada apa-apanya dibanding mereka. Yes, I know that melayani itu bukan terletak pada seberapa 'hebat'nya kita sebagai seorang aktivis atau pengurus, atau pengajar. Tapi dilihat dari ketulusan hati kita dan seberapa besar usaha dan talenta yang sudah kita pakai untuk melayani Tuhan.
But I don't know... I just feel like I'm a complete blank white paper compared to all of them. There's always been a will burried deep down in my heart to take a part in the same place as my friends. Like, I'd like to be like them. I'd like to feel the happiness in serving God and teaching our juniors, sharing the journey of faith that I've had throughout my life and all. But I know maybe it's not what God wanted me to do. I know that God has another plan on me which He thinks is way much better than just be like my friends, teaching our juniors and enjoy their happiness in serving Him. I know that God has prepared something way much wonderful for me to feel and to do. I know that God had prepared something better.
I still haven't find it yet, mungkin Tuhan punya rencana gue melayani di bidang lain, nggak kayak teman-teman gue. Mungkin lewat profesi sebagai sekretaris Tuhan mau pakai gue untuk menjalankan misiNya. Mungkin juga Tuhan ingin pakai gue lewat tingkah laku gue sehari-hari.
Entahlah. Tuhan bisa pakai gue dalam segala hal menurut rencanaNya yang terbaik.
Yang lebih tau hal yang terbaik itu kan Tuhan, bukan diri kita sendiri.
Ah, jadi inget postingan gue yang ini.
Gue juga jadi inget akan diskusi antara gue dengan seseorang, apakah mungkin setiap orang punya panggilan untuk menjadi seorang pengajar seperti apa yang saat ini sedang ia persiapkan untuk pelayanannya ke depan di suatu kota tempatnya berkuliah selama 3,5 tahun ke depan. Karena sungguh, selama ini banyak orang-orang dengan beragam profesi yang pada akhirnya memutuskan untuk mengambil studi pendalaman Alkitab atau bahkan menjadi seorang pendeta. Suatu profesi yang sangat berbeda bila dibanding dengan profesinya sebelumnya, bilanglah seorang businessman misalnya.
Dan dia bilang kalau mungkin setiap orang punya panggilan masing-masing yang berbeda, nggak semua mengajar karena talentanya pun berbeda-beda. Ada orang yang panggilan melayaninya adalah lewat profesinya, tapi juga mungkin ada yang 'peka' (menjadi pengajar a.k.a. mengabarkan Injil) tapi ada juga yang belum peka. Ada juga orang yang mungkin 'peka'nya di tengah jalan, ya seperti itu tadi, mereka dipakai oleh Tuhan lewat profesi mereka lalu dibukakan visi Allah untuk menjadi seorang pengajar.
Dan dari diskusi singkat tersebut, kami sama-sama menemukan 2 ayat yang sangat tepat dan rasanya cukup menguatkan gue di tengah segala pertanyaan mengenai panggilan hidup:
Kepada yang seorang Roh memberikan kuasa untuk mengadakan mujizat, dan kepada yang lain Ia memberikan karunia untuk bernubuat, dan kepada yang lain lagi Ia memberikan karunia untuk membedakan bermacam-macam roh. Kepada yang seorang Ia memberikan karunia untuk berkata-kata dengan bahasa roh, dan kepada yang lain Ia memberikan karunia untuk menafsirkan bahasa roh itu.
Dan Allah telah menetapkan beberapa orang dalam Jemaat : pertama sebagai rasul, kedua sebagai nabi, ketiga sebagai pengajar. Selanjutnya mereka yang mendapat karunia untuk mengadakan mujizat, untuk menyembuhkan, untuk melayani, untuk memimpin, dan untuk berkata-kata dalam bahasa roh.
Iya, setiap orang udah dikasih talenta masing-masing dari Tuhan untuk melayani. Semuanya sudah punya wadah masing-masing untuk melayani dan menjalankan misi yang sudah disesuaikan dariNya, untuk mewujudkan visiNya yaitu memuliakan namaNya.
Selamat menempuh perjalanan hidup ke depan, kiranya kamu yang membaca postingan ini (dan diri gue sendiri tentunya :D) dapat semakin menemukan panggilan hidup masing-masing!
Have a blessed life!
-Kezia Tania-