Lebih Cocok Masuk IPA?

By Kezia Tania - Wednesday, August 14, 2013

Nulis tentang jurusan dan pengalaman gue berkonsultasi tentang fakultas apa yang bakal gue pilih di postingan sebelumnya, gue jadi inget sama pendapat orang-orang di sekitar tentang masa depan gue.

Jadi, waktu itu gue (seperti biasa) lagi di ruang rohkris, bersama anak-anak rohkris lainnya yang masing-masing juga lagi asik sendiri.

Lalu, datang salah satu kakak kelas gue (anak rohkris juga tentunya), dia nanya, "Kezia. Lu IPA atau IPS?"
"IPS kak."
"Kenapa nggak milih IPA?"
"Nantinya aku gak mau masuk fakultas IPA sih kak.."
"Oh.. Emang lu mau masuk mana?"
"Kalo nggak Psikologi, Komunikasi, Hukum kak. Hehe. Tapi itu juga masih belom yakin."
"Temen gue juga yang masuk IPS pada banyak yang milih Komunikasi tuh. Kalo nggak Psikologi, Komunikasi. Temen gereja gue ada yang pendiem banget. Asli. Jauh lebih pendiem dari lu, eh tapi trus dia masuk Komunikasi dan sekarang jadi lebih sering ngomong."

Nggak tau kenapa, rasanya kalimat itu cukup menyayat hati gue karena pada dasarnya, gue emang dianggep kelewat pendiem di hampir setiap kehidupan sosial gue.

Ada lagi kakak rohkris gue angkatan 2013 yang waktu itu nanya,
"Kezia, kamu kelas IPA berapa?"
"Mmm.. Aku IPS kak. Hehe."
"HAH? Serius, kamu IPS?? Tapi tampang kamu kan tampang anak IPA bangeeet..."
"Mmm.. Aku nggak mau ngambil IPA nantinya kak hehe."
"Tapi kan dari IPA bisa juga ntar ngambil IPS, dek."
"Iya, tapi aku males belajar IPA dulu 2 tahun hehe.."
"Emang kamu mau ngambil apa nanti kuliahnya dek?"
"Kalo nggak Psikologi, Komunikasi sih kak.. Hehe."
"Komunikasi?? Ooh..." katanya sambil ngangguk-ngangguk.

You see? I guess, those people just hardly believe that I actually am pretty interested in those faculties.

Rasa-rasanya, mereka nggak percaya kalo gue memilih sendiri fakultas-fakultas itu, khususnya Komunikasi.

Pernah waktu lagi mau ekskul, salah satu temen ekskul gue nanya,
"Kez, lo fix masuk IPS? Emang lo mau ngambil apa?"
"Masih bingung sih. Tapi kalo nggak Psikologi paling Komunikasi hehe."
"Hukum aja, Kez. Gue bilang sih lo cocok masuk Hukum. Suara lo soalnya tegas-lantang kalo pas lagi debat sama presentasi."
Dengan memicingkan mata, gue bertanya,
"Serius, lo?"
"Iyaaa. Suara lo tuh, menurut gue... Apa ya? Yah gitu deh. Tegas-tegas 'nusuk'. Kayak hakim-hakim gituu."


Gue pingsan 3,5 menit.


Yah, intinya sebagian besar orang di kehidupan gue masih nggak percaya (bahkan nggak setuju) kalo gue masuk IPS.

Even my dad still so.

Hari terakhir sekolah sebelum libur lebaran (tepatnya kemarin, hari Rabu 31 Juli 2013), gue bangun kesiangan. Gue yang harusnya bangung jam setengah 5 pagi, malah bangun setengah 6.
Jadilah gue berangkat jam 6 dari rumah menuju sekolah.
Bokap gue, yang orangnya terlalu tepat waktu, otomatis ngomelin gue di perjalanan.

Bokap gue ngomel,
"Kau udah masuk IPS aja Papa kira bakal jadi lebih rajin, lebih semangat karena nggak belajar IPA lagi. Eh ternyata malah jadi ikut-ikutan tambah males kayak anak-anak IPS. Kau kalo udah masuk IPS terus malah jadi males begini, ya Papa juga jadi males lah nganterin kau..."
Dan..
"...Kan sekarang kau udah masuk IPS, jadi yah nyantai aja ya ke sekolahnya. Telat juga nggak apa-apa kan? Kan udah anak IPS..!"

Dan sebagainya, dan sebagainya yang berisi semacam 'penghinaan' tentang anak-anak IPS.

Dari sebagian besar pengalaman gue di atas, rasanya memang gue jauh lebih cocok masuk IPA karena sesuai dengan hasil fingerprint yang gue tulis di postingan sebelumnya, bahwa gue lebih kuat di logika, dan di naturalis.
Tapi, tapi, dan tapii... Seperti yang bokap temen gue bilang, hasil itu nggak menentukan diri gue secara 100%. 
And that means it wasn't my fault if I chose Social Science.
 

Sejujurnya, belakangan ini banyak orang yang mulai ikir kalo anak IPS adalah mereka yang akan 'berkuasa' atas dunia pekerjaan.

Yah, gue sendiri cukup concerned tentang hal ini karena jujur, gue bukanlah tipe orang yang berani 'mengalahkan' pendapat orang lain sebagai pemimpin. Unless I really know exactly what I'm holding onto.

Intinya sih, sampai sekarang masih banyak orang-orang di sekitar gue yang merasa kalau gue lebih cocok masuk IPA.
But, we'll see if I could actually survive in this school program.
And I'm sure that I can ;P


Catatan: Postingan ini udah 2 minggu yang lalu ditulis, tapi masih masuk draft dan baru selesai hari ini.

  • Share:

You Might Also Like

0 comments