Catatan Seorang Introvert

By Kezia Tania - Friday, June 30, 2017

Belakangan ini saya tergelitik dengan beberapa pendapat orang tentang tipe kepribadian introvert. Banyak yang menilai seorang introvert adalah pribadi yang cukup disebut sebagai seorang "pendiam" atau "pemalu". Ya, memang nyatanya tidak ada yang salah dengan dua kata sifat itu tapi menurut saya seorang introvert tidak cukup hanya dideskripsikan sebagai seorang yang "diam-diam aja".

Saya lahir di tengah keluarga besar yang mayoritas anggotanya termasuk extrovert. Sering kali di saat kumpul keluarga, saya gak banyak bicara dengan tiap anggota keluarga saya. Kalau ditanya kenapa, ya memang saya gak merasa sama dengan mereka; saya tidak suka basa-basi, saya tidak suka bicara yang ceplas-ceplos, dan saya tidak suka berusaha untuk fit in kalau memang harus terus menerus berbicara.

Sebagai seorang introvert, bertemu dengan orang baru atau mungkin orang lama yang memang dirasa kurang cocok sama halnya dengan berlari maraton sambil mengikat karung beras di belakang pinggang (tunggu dulu, siapa juga yang mau?); sama-sama menguras energi, sama-sama melelahkan.

Tidak, ini bukan berarti seorang introvert adalah pribadi yang sangat eksklusif; cuma mau berteman dengan orang-orang yang dirasa cocok atau selevel, tidak mau mencoba bergaul dengan orang lain dengan tipe kepribadian yang tidak sama dengan mereka, yang ujung-ujungnya dicap sebagai orang sombong dan kurang pergaulan.

Hanya saja, ketika kami berusaha mengakrabkan diri dengan orang baru atau orang lama yang memang kami rasa gak akan pernah bisa nyambung sangat melelahkan. Energi kami seolah-olah terkuras karena harus berpikir keras apa yang harus kami perbincangkan, karena sebagian dari hati kami juga memikirkan bagaimana pendapat lawan bicara kami tentang diri kami sendiri (apakah mereka menyukai kami atau tidak?), bagaimana supaya kami bisa menghilangkan suasana canggung di antara kami tanpa harus terlihat jelas bahwa kami sedang berbasa-basi, dan 1001 pertanyaan lain yang kami khawatirkan.

Percaya atau tidak, di balik sikap diam seribu bahasa milik seorang introvert tertumpuk banyak pertanyaan seperti yang saya utarakan sebelumnya.

Ya, inilah kami si introvert.

Saya mengagumi kelebihan seorang ektrovert yang dapat dengan mudah cepat mengakrabkan diri dengan lingkungan dan orang-orang baru, saya juga memahami keinginan mereka untuk seorang introvert bisa seperti mereka; meresponi dengan ekspresif, gampang mencari topik pembicaraan yang menarik, dan bertindak aktif seperti mereka.

Namun, saya rasa ada baiknya kita tidak menyamaratakan tiap orang yang kita temui agar menjadi sama seperti kita.

Ya, ya, saya juga sedang belajar untuk tidak hanya bergaul dengan orang-orang introvert saja, tapi bagaimana pun juga, tiap orang memiliki batasan tertentu.

Seorang introvert bukanlah si "anti-sosial" yang menolak bergaul dengan siapa saja dan lebih memilih bertahan hidup sendiri dengan dunianya. Seorang introvert juga bisa berkomunikasi namun juga punya batasan tertentu yang membuatnya tidak selalu mampu berbincang-bincang dengan mudahnya bak air mengalir.

Saya pun mengenali diri saya sendiri ketika berhadapan dengan orang baru. Jika lawan bicara saya adalah tipe orang yang terus menerus melontarkan topik pembicaraan secara aktif, saya juga ikut meresponi dengan aktif dan bahkan mungkin bisa lebih ekspresif dibandingkan lawan bicara saya yang jelas-jelas baru pertama kali saya temui saat itu. Jadi menurut saya, seorang introvert pun tidak semuanya meresponi topik pembicaraan dengan gaya 'khas'-nya yang dikenal orang seolah-olah dingin, singkat, padat, jelas, dan seadanya saja.

Ketika seorang introvert sudah merasa nyaman dengan orang-orang tertentu, saya yakin pendapat mereka yang sekarang akan sangat berbeda dengan first impression saat bertemu dengan si introvert.

Iya, kami para introvert juga bisa tertawa terbahak-bahak, nyerocos panjang x lebar x tinggi tentang banyak hal, dan berubah jadi orang yang gak jaim melulu hanya ketika kami sedang bersama orang-orang terdekat.

Jadi, berbahagialah wahai orang-orang yang sudah pernah melihat saya atau para introvert lainnya tertawa terbahak-bahak, bertingkah lebay atau bahkan aneh, mungkin juga sempat jadi 'korban' tingkah usil dan iseng saya, dan mendengar saya nyerocos sana-sini tanpa henti karena momen seperti itu sangatlah langka *tutup muka pakai buku*.

Saya pernah baca salah satu pendapat seorang extrovert yang bilang kalau extrovert pun juga tidak semua gampang nyerocos sana-sini seperti kebanyakan penilaian kami para introvert. Extrovert pun ada yang hanya bisa bergaul dengan yang 'sejenisnya'. Ketika berhadapan dengan orang lain yang tidak se-tipe, mereka sulit untuk beradaptasi.

Loh? Terus, bedanya dengan introvert apa dong?

Se-penge-sotoy-an saya, extrovert yang seperti itu lebih bisa menanggapi perbincangan dengan orang lain yang bukan tipe-nya, tidak 'dihantui' pertanyaan-pertanyaan absurd tidak penting yang berlandaskan kekhawatiran seperti yang dimiliki para introvert di dalam kepala mereka.

Mudah namun hanya tidak cocok/nyaman.
Ada yang bilang mereka adalah kelompok yang menyebut diri mereka sebagai anti-social social club.

Mudah bagi mereka untuk mengalirkan topik pembicaraan namun tidak nyaman atau merasa tidak cocok dengan lawan bicaranya sehingga bisa jadi di kemudian hari (kalau bertemu dengan lawan bicara tersebut) extrovert yang seperti ini cenderung menghindari orang itu dan memilih berada bersama kelompoknya.

Extrovert yang lainnya mungkin merasa tidak apa-apa atau bahkan nyaman-nyaman saja jika bertemu dengan lawan bicara seperti itu, yang artinya, mereka tidak berusaha menghindari orang yang mungkin tidak memiliki interest yang sama dengannya.

Ah, entahlah. Ini semua hanya spekulasi yang muncul dalam pikiran saya dengan pengetahuan tentang kepribadian yang minim.

Saya pernah dapat wejangan dari beberapa orang yang isinya kurang lebih sama semua; "bergaul lah, banyak-banyak ketemu orang, ngobrol-ngobrol, jangan diem-diem aja di rumah baca buku tulis-tulis doang..!" dan ya, itu seolah-olah sudah jadi pesan yang saya tahu akan keluar dari mulut tiap orang yang entah (merasa) sudah mengenal saya betul-betul.

Entah tulisan ini semakin menjadi pembelaan bagi para introvert, tapi menurut saya, melontarkan kalimat seperti itu sama halnya dengan berkata pada orang extrovert; "jangan berisik lah jadi orang, banyak-banyak baca buku juga supaya nggak cuma nyerocos sana-sini tapi isinya gak ada, jadi orang harus bisa dengerin giliran lawan bicaranya mau ngomong, jangan main asal ceplas-ceplos, ngomongnya dikontrol dong..!".

Yah, memang masing-masing kepribadian punya kelebihan dan kelemahannya sendiri. Menurut saya, apa yang sudah menjadi kelemahan yang memang sedikit lebih sulit untuk diubah (atau bahkan, tidak bisa diubah sama sekali karena memang kita diciptakan seperti itu) sebaiknya kita terima sebagaimana adanya.

Jangan pernah berharap seorang introvert dapat berubah menjadi seorang extrovert murni begitu pun sebaliknya.
Lagi pula dunia akan kacau kalau semua orang adalah extrovert. Sebaliknya, hidup juga akan terasa membosankan kalau semua orang adalah introvert.

Introvert si pribadi yang cenderung gak banyak berbicara, si pemikir, si pengamat lingkungan sekitar, pribadi yang lebih memilih menulis apa yang ada dalam pikirannya ketimbang mengutarakan secara verbal ke orang lain, introvert si pendengar.

Bicara tentang salah satu ciri introvert si pengamat lingkungan sekitar, saya juga baru sadar kalau ternyata ada beberapa hal yang saya kira orang lain juga lihat atau setidaknya sadar akan suatu hal.

Entah mungkin hanya saya yang melihat sisi yang berbeda dari orang lain, tapi rasanya tidak juga. Karena tidak lama setelah saya mengutarakan apa yang saya lihat pada orang lain, orang itu juga turut menyadari hal itu. Bahkan mungkin sekali pun saya tidak pernah memberitahu apa yang sebenarnya sudah lama saya sadari.

Pernah waktu itu ada salah seorang kenalan ibu saya yang saya lihat punya salah satu sifat yang 'lain', tapi memang saya tidak pernah mengutarakan hal itu pada ibu saya sampai suatu hari kami terlibat perbincangan dengan teman ibu saya yang lain dan ya, mereka baru menyadari hal 'lain' yang ada pada sosok tersebut.

Barulah setelah itu saya bilang pada ibu saya bahwa sebenarnya saya sudah pernah melihat kalau orang itu seperti itu dan teman ibu saya sedikit heran karena toh memang saya belum pernah berinteraksi dengannya tapi entah kenapa saya terlihat seperti 'sudah lama kenal'.

Hahaha, bukan, saya bukan seorang cenayang atau apa pun yang berkaitan dengan spiritualitas yang 'aneh-aneh'. Beberapa di antara feeling saya pun juga pernah ada yang 'meleset' alias tidak sesuai dengan apa yang saya lihat sebelumnya dan biasanya itu terjadi pada hal-hal negatif yang memang membuat saya merasa 'terancam' atau 'dirugikan'.

Tapi memang kejadian seperti itu tidak jarang saya alami mulai dari saya masih kecil; mudah membaca situasi lingkungan sekitar atau pribadi orang lain namun tidak pernah berinisiatif untuk turut terlibat secara langsung pada saat itu. Kenapa? Karena saya seorang introvert. Saya lebih memilih untuk membaca lingkungan baru lebih dahulu untuk kemudian dapat berinteraksi dan merasa nyaman sepenuhnya.

Di balik sikap kami yang serba 'pendiam', dingin dan terkesan cuek dengan keadaan sekitar, kami sebenarnya memperhatikan dan mengetahui betul apa yang sebenarnya sedang terjadi (meski memang tidak selalu tepat 100%); situasi sosial di antara salah satu pihak dengan pihak lainnya, bahkan mungkin juga perasaan seseorang pada saat itu.
Kami hanya memilih untuk diam karena kami tidak tahu bagaimana untuk bertindak karena kami merasa ada 'pembatas' antara diri kami dengan orang tersebut. Karena kami canggung.

Kami, si introvert juga bisa berkomunikasi dan bergaul. Hanya saja 'kecepatan' bersosialisasi kami tidak semudah dan secepat para extrovert dan kami tidak pernah bisa bicara ceplas-ceplos. Kami tidak akan pernah bisa (dan memang tidak akan pernah mau) untuk terbuka kecuali dengan orang-orang terdekat kami. Kami bukan anti-sosial, jaim, atau pendiam. Kami hanya butuh waktu untuk beradaptasi dengan lingkungan sekitar, dan memang bisa menjadi sangat melelahkan bagi kami untuk memikirkan topik pembicaraan pada orang baru.

Seorang introvert bisa saja menjadi terbuka pada orang lain ketika sedang sangat lelah dan benar-benar tidak mempedulikan apa yang dipikirkan oleh orang lain karena hal itu sungguh terjadi pada diri saya sendiri.

Pernah saat saya sedang benar-benar lelah (secara fisik dan pikiran), saya duduk di samping seorang yang baru saya temui. Entah saya terhipnotis atau apa (tapi saya yakin 100% saya sedang sadar karena toh, saya memperhatikan lingkungan sekitar saya), saya juga bisa meresponi orang asing meski memang sebagian besar informasi yang saya berikan tidak benar alias asal ngomong.

Kenapa asal ngomong?
Karena saya juga benar-benar tidak peduli apa yang orang itu pikirkan tentang diri saya.

Karena saya sudah sangat lelah dan satu hal yang benar-benar sedang ingin saya lakukan sepulangnya saya dari tempat umum itu adalah tidur.

Saya rasa setiap introvert juga pernah merasakan hal yang sama; benar-benar lelah dan hanya butuh waktu untuk beristirahat sampai-sampai mampu berkomunikasi dengan orang lain tanpa rasa canggung sedikit pun alias cuek bebek.

Terlepas dari segala keunikan, kelemahan dan kelebihan introvert, saya mengakui masih banyak yang harus kami para introvert pelajari supaya bisa berkembang socially.

Ya, itu salah satu hal yang masih menjadi 'perjuangan' yang gak mudah untuk diatasi tapi sedikit demi sedikit (dan ya, jangan pernah mengharapkan kami untuk bisa menjadi seorang yang mendadak mudah bergaul dan menjadi sorotan di antara kerumunan orang banyak) kami bisa sedikit lebih terbuka.

Karena kami juga manusia, kami pun bisa berkomunikasi.


  • Share:

You Might Also Like

0 comments